Evaluasi Bimbingan Manasik, Kabid PHU Ungkap Sejumlah Isu Strategis Penyelenggaraan Haji

Gunungkidul (Humas Kemenag DIY)—Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Nadhif menjelaskan sejumlah isu strategis penyelenggaraan haji. Hal itu diungkapkan saat gelaran Evaluasi Penyelenggaraan Bimbingan Manasik (Bimsik) Haji di Hotel Santika Gunungkidul, Selasa (11/10/2022).

“Pertama, Ekosistem Haji. Dana operasional haji tiap tahun mencapai Rp 15 triliun, sementara jemaah umrah tiap tahun Rp 5 triliun. Namun dari angka ini relatif minim yang kembali ke Indonesia, sebab ketika di Tanah Suci tidak ada komoditas dari Indonesia,” tandasnya.

Kedua, haji mampu menguatkan nilai nasionalisme. Dan di sisi lain, Kemenag mempunyai program prioritas Moderasi Beragama. “Di Tanah Suci, jemaah akan menemui heterogenitas beribadah. Maka harapan kami, Bimsik haji dapat dilakukan berbasis moderasi beragama, yang dapat membuka cara pandang beribadah lebih luas bagi jemaah,” sambung Nadhif.

Ketiga, terkait masa tinggal di Tanah Suci. “Jika masa tinggal dapat dikurangi, maka harapannya biaya haji bisa ditekan, namun sejauh ini karena alasan penerbangan maka seluruh rangkaian haji reguler memakan waktu sedikitnya 40 hari,” jelas Nadhif.

Keempat, presentase jemaah wanita 57 persen dibanding laki-laki 43 persen. “Gus Menteri Agama meminta agar diperbanyak pembimbing haji perempuan, agar ilmu manasik berikut ihwal kewanitaan juga dialami langsung oleh pembimbing,” sambungnya.

Kelima, mitigasi problematika haji. “Kita sudah punya pengalaman bertahun-tahun ibadah haji, tapi tetap muncul persoalan yang berbeda-beda. Tahun ini di lorong menuju jamarat lampu mati, maka kita seyogianya dapat mengantisipasi hal-hal tersebut,” ujar Nadhif.

Keenam, optimalisasi peran petugas. “Selama ini rekrutmen petugas dilakukan mepet jelang keberangkatan, sehingga jemaah tidak mengenal petugas. Hal ini sebaiknya dapat ditinjau ulang,” kata Nadhif.

Ketujuh, ia juga menyinggung tentang biaya di Masya’ir yakni Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna). “Tahun ini biaya di Masya’ir mencapai Rp 16 juta/jemaah. Padahal biaya haji yang dibayar jemaah Rp 38 juta. Tentu angka 16 juta sangat tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya 4-5 juta,” jelas Nadhif.

Namun pihaknya sangat bersyukur, penyelenggaraan haji 1443 H dipuji banyak pihak. “Jemaah pun mengakui haji reguler terasa seperti haji plus, bahkan Badan Pemeriksa Keuangan telah merilis survei nilai penyelenggaraan haji tahun 2022 mencapai 92,” ungkapnya.

Seusai pemaparan Nadhif, kegiatan Evaluasi juga hadirkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul dr Dewi Irawaty, M.Kes yang menyampaikan tentang Kebijakan Kesehatan Haji dan narasumber Drs. H. Rojiki, ST yang menjelaskan terkait Sistem Pelaporan Keuangan Bimbingan Manasik.

 

sumber: diy.kemenag.go.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *