Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Kecacingan

Cacingan merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena berjangkit di sebagian besar wilayah Indonesia dan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, produktivitas.

Dalam rangka upaya reduksi cacingan pada masyarakat terutama peningkatan pemberdayaan masyarakat dan komitmen lintas program dan lintas sektor.

Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing dalam tubuh manusia yang ditularkan melalui tanah, yaitu Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), dan Ancylostoma duodenale, Necator americanus, (cacing tambang).

Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian. Cacingan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Penderita Cacingan yang selanjutnya disebut Penderita adalah seseorang yang dalam pemeriksaan tinjanya mengandung telur cacing dan/atau cacing.

Penanggulangan Cacingan adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan prevalensi serendah mungkin dan menurunkan risiko penularan cacingan di suatu wilayah.

Penyebab cacingan adalah infeksi parasit cacing ke dalam tubuh. Cara cacing masuk ke dalam tubuh beragam, antara lain:

  • Menyentuh benda/ objek yang terkontaminasi telur cacing (terlebih jika Anda tidak mencuci tangan).
  • Konsumsi makanan ataupun cairan yang mengandung telur cacing.
  • Menyentuh tanah dan tidak mencuci tangan.
  • Berjalan tanpa menggunakan alas kaki di atas tanah yang mengandung cacing.
  • Konsumsi makanan mentah atau kurang matang yang mengandung cacing.

Gejala cacingan sangat beragam, bergantung pada jenis cacing yang menginfeksi. Namun, beberapa hal berikut bisa menjadi pertanda adanya cacingan:

  • Menemukan cacing dalam feses atau saat buang air besar.
  • Memiliki ruam kemerahan, gatal, dan berbentuk seperti cacing pada kulit.
  • Mengalami diare atau sakit perut selama lebih dari dua minggu.
  • Konstipasi atau sembelit.
  • Perut yang terlihat bengkak atau kembung.
  • Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas.
  • Gatal hebat pada area anus, terutama pada malam hari.
  • Reaksi pada kulit, seperti ruam, biduran, dan reaksi alergi lainnya pada kulit.
  • Rasa gelisah dan kecemasan, timbul karena adanya iritasi akibat zat beracun dan sisa metabolisme cacing kepada sistem saraf pusat manusia.
  • Merasa lelah dan kurang tenaga.
  • Nyeri sendi dan otot.
  • Pada anak dapat timbul gejala tumbuh kembang yang terhambat.
  • Kaki gajah.

Untuk diagnosis kecacingan, akan dilakukan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan informasi dari penderita. Setelah itu, tindakan selanjutnya adalah menemukan sampel cacing. Hal ini akan membantu proses penentuan diagnosis. Biasanya, sampel tinja diperlukan untuk pemeriksaan telur-telur cacing. Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan sampel darah, misalnya pada kasus filariasis (kaki gajah).

Metode diagnosis yang dilakukan berbeda-beda, bergantung pada jenis cacing yang menginfeksi.

Dikatakan lebih lanjut, satu ekor cacing dapat menghisap darah, karbohidrat dan protein dari tubuh manusia.

Cacing gelang menghisap 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 gram protein, cacing cambuk menghisap 0,005 ml darah, dan cacing tambang menghisap 0,2 ml darah. Sekilas memang angka ini terlihat kecil, tetapi jika sudah dikalkulasikan dengan jumlah penduduk, prevalensi, rata-rata jumlah cacing yang mencapai 6 ekor/orang, dan potensi kerugian akibat kehilangan karbohidrat, protein dan darah akan menjadi sangat besar.

Kerugian akibat cacing gelang bagi seluruh penduduk Indonesia dalam kehilangan karbohidrat diperkirakan senilai Rp. 15,4 milyar/tahun serta kehilangan protein senilai Rp. 162,1 milyar/tahun. Kerugian akibat cacing tambang dalam hal kehilangan darah senilai 3.878.490 liter/tahun serta kerugian akibat cacing cambuk dalam hal kehilangan darah senilai 1.728.640 liter/tahun, ujar Prof Tjandra.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Kementerian Kesehatan melakukan kebijakan operasional berupa kerjasama lintas program seperti kemitraan dengan pihak swasta dan organisasi profesi. Tujuannya untuk memutuskan rantai penularan, menurunkan prevalensi kecacingan menjadi < 20 % pada tahun 2015, serta meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas kerja. Kegiatan yang dilakukan antara lain sosialisasi dan advokasi, pemeriksaan tinja minimal 500 anak SD per kabupaten/kota, intervensi melalui pengobatan dan promosi kesehatan, meningkatkan kemitraan, integrasi program, pencatatan dan pelaporan serta monitoring-evaluasi.

Pemberian Obat Pencegahan secara Massal Cacingan yang selanjutnya disebut POPM Cacingan adalah pemberian obat yang dilakukan untuk mematikan cacing secara serentak kepada semua penduduk sasaran di wilayah berisiko cacingan sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan cacingan.

Strategi dalam mewujudkan target program Penanggulangan Cacingan adalah meliputi:

  1. meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menjadikan program Penanggulangan Cacingan sebagai program prioritas;
  2. meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan peran serta masyarakat dengan mendorong kemitraan baik dengan kelompok usaha maupun lembaga swadaya masyarakat;
  3. mengintegrasikan kegiatan Penanggulangan Cacingan dengan kegiatan POPM Filariasis, penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah, dan pemberian vitamin A di posyandu dan pendidikan anak usia dini serta menggunakan pendekatan keluarga;
  4. mendorong program Penanggulangan Cacingan masuk dalam rencana perbaikan kualitas air serta berkoordinasi dengan kementerian yang bertanggung jawab dalam penyediaan sarana air bersih;
  5. melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan anak usia dini dan sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah; dan
  6. melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan Penanggulangan Cacingan di daerah.

Dalam penyelenggaraan Penanggulangan Cacingan dilaksanakan kegiatan:

  1. promosi kesehatan;
  2. surveilans cacingan;
  3. pengendalian faktor risiko;
  4. penanganan penderita; dan
  5. POPM Cacingan.

Kegiatan promosi kesehatan ditujukan untuk:

  1. meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala cacingan serta cara penularan dan pencegahannya;
  2. meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat guna memelihara kesehatan dengan cara:
  3. cuci tangan pakai sabun;
  4. menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga;
  5. menjaga kebersihan dan keamanan makanan;
  6. menggunakan jamban sehat; dan
  7. mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat;
  8. meningkatkan perilaku mengkonsumsi obat cacing secara rutin terutama bagi anak balita dan anak usia sekolah; dan
  9. meningkatkan koordinasi institusi dan lembaga serta sumber daya untuk terselenggaranya reduksi cacingan.

Surveilans cacingan dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan melalui:

  1. penemuan kasus cacingan;
  2. survei faktor risiko; dan
  3. survei prevalensi cacingan.

Pengendalian faktor risiko dilakukan melalui kegiatan:

  1. menjaga kebersihan perorangan; dan
  2. menjaga kebersihan lingkungan.

Pengendalian faktor risiko dilakukan melalui kegiatan:

  1. Menjaga kebersihan perorangan
  2. Mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun pada 5 waktu penting yaitu sebelum makan, setelah ke jamban, sebelum menyiapkan makanan, setelah menceboki anak, sebelum memberi makan anak.
  3. Menggunakan air bersih untuk keperluan mandi.
  4. Mengkonsumsi air yang memenuhi syarat untuk diminum.
  5. Mencuci dan memasak bahan pangan sebelum dimakan hingga matang.
  6. Mandi dan membersihkan badan pakai sabun paling sedikit dua kali sehari
  7. Memotong dan membersihkan kuku.
  8. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah, dan memakai sarung tangan bila melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah.
  9. Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan tersebut.
  10. Mencuci buah dan sayur hingga bersih sebelum dimasak.
  11. Menjaga kebersihan lingkungan.
  12. Stop buang air besar sembarangan.
  13. Membuat saluran pembuangan air limbah.
  14. Membuang sampah pada tempat sampah.
  15. Menjaga kebersihan rumah, sekolah/madrasah dan lingkungannya.
  16. Memberikan obat cacing pada hewan peliharaan secara rutin, terutama untuk anjing dan kucing.
  17. Selalu gunakan alas kaki. Simpan alas kaki yang digunakan untuk aktivitas luar ruangan di luar rumah.

POPM Cacingan dilakukan pada anak balita, anak usia pra sekolah, dan anak usia sekolah di daerah kabupaten/kota dengan prevalensi tinggi dan sedang.

Penentuan prevalensi cacingan pada daerah kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan survei sebagai berikut:

  1. prevalensi tinggi apabila prevalensi cacingan di atas 50% (lima puluh persen);
  2. prevalensi sedang apabila prevalensi cacingan 20% (dua puluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen); dan
  3. prevalensi rendah apabila prevalensi cacingan di bawah 20% (dua puluh persen).

POPM Cacingan dilakukan pada anak balita, anak usia pra sekolah, dan anak usia sekolah di daerah kabupaten/kota dengan prevalensi tinggi dan sedang.

Dalam hal daerah kabupaten/kota dengan prevalensi rendah dilakukan pengobatan secara selektif.

POPM Cacingan dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan:

  1. bulan vitamin A;
  2. pemberian makanan tambahan anak balita, anak usia pra sekolah, dan anak usia sekolah;
  3. usaha kesehatan sekolah; dan/atau
  4. program kesehatan lain.

POPM Cacingan dilaksanakan dua kali dalam 1 (satu) tahun untuk daerah kabupaten/kota dengan prevalensi tinggi dan satu kali dalam 1 (satu) tahun untuk daerah kabupaten/kota dengan prevalensi sedang.

Pengobatan selektif:

  1. Semua ibu hamil trimester 2 dan 3 saat ANC di daerah dengan prevalensi cacingan >50% dan hasil pemeriksaan tinjanya positif cacingan.
  2. Pada ibu hamil trimester 2 dan 3 dengan anemia saat ANC di daerah dengan prevalensi cacingan <50% dan hasil pemeriksaan tinjanya positif cacingan.
  3. Pada anak umur 1-4 tahun dengan status gizi kurang yang ditemukan saat Posyandu dan hasil pemeriksaan tinjanya positif cacingan.

(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2022).

Macam-macam obat cacing:

  1. Albendazol

Suatu obat berspektrum lebar yang dapat diberikan per oral dan digunakan sejak 1979. Dosis tunggal efektif untuk infeksi cacing kremi, cacing gelang, cacing trikuris, cacing S. stercoralis dan cacing tambang. Dilaporkan juga efektif untuk cysticercosis. Obat ini bekerja dengan cara memblokir pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya parasit (cacing) akan mati. Obat ini memiliki khasiat membunuh larva N. americanus dan juga dapat merusak telur cacing gelang, tambang dan trikuris.

Dosis terapi pada orang sebesar 5 mg/kgBB, berdasarkan uji keamanan pada hewan coba, tidak merugikan. Dosis dewasa dan anak umur di atas 2 tahun adalah 400 mg dosis tunggal bersama makan. Untuk cacing kremi, terapi hendaknya diulangi sesudah 2 minggu. Untuk N. americanus dan cacing trikuris lama pengobatan yang dianjurkan ialah 2-3 hari.

Kontraindikasi untuk anak umur kurang dari 2 tahun, wanita hamil dan sirosis hati.

  1. Mebendazol

Mebendazol merupakan antelmintik yang paling luas spektrumnya.

Mebendazol sangat efektif untuk mengobati infestasi cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang dan T. trichiura, maka berguna untuk mengobati infestasi campuran cacing-cacing tersebut. Mebendazol juga efektif untuk cacing pita, sedangkan S. stercoralis efeknya berfariasi.

Mebendazol menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing. Obat ini juga menghambat ambilan glukosa secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing. Cacing akan mati secara perlahan-lahan dan hasil terapi yang memuaskan baru nampak sesudah 3 hari pemberian obat. Obat ini juga menimbulkan sterilitas pada telur cacing T. Trichiura, cacing tambang, dan askaris sehingga telur ini  gagal berkembang menjadi larva. Tetapi larva yang sudah matang tidak dapat dipengaruhi oleh mebendazol.

Mebendazol tersedia dalam bentuk tablet 100 mg dan sirop 10 mg/ml. Dosis pada anak dan dewasa sama yaiutu 2×100 mg sehari selama 3 hari berturut-turut untuk askariasis, trikuris dan infestasi cacing tambang. Bila perlu pengobatan ulang dapat diberikan 3 minggu kemudian. Untuk terapi visceral larva migrans, mebendazol dapat dicobakan pada dosis 200-400 mg sehari selama 5 hari. Mebendazole juga sedang diuji untuk terapi: filariasis, loiasis dan onchocerciasis.

  1. Pirantel Pamoat

Mula-mula pirantel pamoat digunakan untuk memberantas cacing kremi, cacing gelang dan cacing tambang pada hewan. Ternyata pirantel cukup efektif dan kurang toksik sehingga sekarang digunakan pada manusia untuk mengobati infestasi cacing-cacing tersebut di atas dan T. orientalis.

Pirantel pamoat terutama digunakan untuk memberantas cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastis. Pirantel pamoat juga berefek menghambat enzim kolinesterase, terbukti pada askaris meningkatkan kontraksi ototnya.

Penggunaan obat ini pada wanita hamil dan anak usia di bawah 2 tahun tidak dianjurkan, karena studi untuk ini belum ada. Penggunaannya harus hati-hati pada penderita dengan riwayat penyakit hati, karena obat ini dapat meningkatkan SGOT pada beberapa penderita.

Pirantel pamoat tersedia dalam bentuk sirop berisi 50 mg pirantel basa/ml serta tablet 125 mg dan 250 mg. Dosis tunggal yang dianjurkan 10 mg/kgBB, dapat diberikan setiap saat tanpa dipengaruhi oleh makanan atau minuman. Untuk enterobiasis (infeksi cacing kremi) dianjurkan mengulang dosis setelah 2 minggu. Pada infeksi N. americanus yang sedang dan berat diperlukan pemberian 3 hari berturut-turut.

 

sumber: dinkes.gunungkidulkab.go.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *