Budaya Pemerintahan Satriya

Perubahan lingkungan internal maupun eksternal menuntut organisasi pemerintahan, termasuk organisasi pemerintahan  di Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan proses transformasi untuk dapat menjadi organisasi yang mampu memberikan pelayan kepada masyarakat  secara lebih berkualitas.

Keberhasilan transformasi organisasi memerlukan konsistensi, minimalisasi konflik dan resistensi, komitmen, pengikat serta identitas yang jelas bagi seluruh anggota organisasi. Selain itu dalam rangka mendukung tercapainya tujuan organisasi serta tuntutan  profesionalisme dan pelayanan yang prima, akan terwujud dengan adanya budaya organisasi.

Budaya organisasi merupakan tata nilai dan kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari, pedoman dalam membuat keputusan, serta mengarahkan tindakan anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi yang ideal harus sejalan dengan tindakan-tindakan organisasi, mulai dari   kepemimpinan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian hingga pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas. Keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai visi dan misinya salah satunya sangat ditentukan oleh kuat lemahnya budaya organisasi yang dimiliki dan dilakukan oleh organisasi tersebut.

Filosofi yang mendasari pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah ”Hamemayu Hayuning Bawana”, sebagai cita-cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta  berdasarkan nilai budaya.

Hakikat budaya adalah hasil cipta, karsa, dan rasa yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah. Demikian pula budaya jawa yang diyakini oleh masyarakat  Yogyakarta sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat, baik ke dalam maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata, tentrem, karta raharja. Dengan perkataan lain bahwa budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.

Hamemayu Hayuning Bawana” mengandung makna sebagai kewajiban melindungi, memelihara serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh peri kehidupan baik dalam skala kecil (keluarga), ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya, dengan mengutamakan darma bakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri sendiri.

Deferensiasi atau turunan dari filosofi Hamemayu Hayuning Bawana dalam konteks aparatur dapat dijabarkan menjadi tiga aspek, yaitu:

  • Pertama, Rahayuning Bawana Kapurba Waskithaning Manungsa (kelestarian dan keselamatan dunia ditentukan oleh kebijaksanaan manusia).
  • Kedua, Darmaning Satriya Mahanani Rahayuning Nagara (pengabdian ksatria menyebabkan kesejahteraan dan ketentraman negara).
  • Ketiga, Rahayuning Manungsa Dumadi Karana Kamanungsane (kesejahteraan dan ketentraman manusia terjadi karena kemanusiaannya).

 

sumber: inspektorat.gunungkidulkab.go.id

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *