Gunung Ireng dan Gunung Gentong, Warisan Geologi di Gunung Sewu yang Kaya Potensi

Kawasan Gunung Sewu yang ada di Gunungkidul merupakan anggota dari UNESCO Global Geopark (UGG). Di Kabupaten Gunungkidul sendiri terdapat 13 lokasi geosite yang dimanfaatkan untuk pariwisata maupun pendidikan dan konservasi. Kedepannya, diharapkan muncul lebih banyak geosite di wilayah Gunungkidul karena potensinya yang sangat kaya.

“Mudah-mudahan ke depan dapat menambah geosite yang kita miliki yang kini masih berjumlah 13 di Kabupaten Gunungkidul,” ujarnya Selasa (1/6/2021).

Ia menjelaskan, meski belum masuk dalam keluarga geosite dari UNESCO Global Geopark (UGG), tapi Gunung Gentong dan Gunung Ireng memiliki potensi yang dapat diangkat.

Selain memiliki potensi alam yang indah, di sana juga telah mengakar kebudayaan atau tradisi di masyarakatnya.

Budi menjelaskan, di Gunung Ireng terdapat tradisi Tarian Wong Ireng. Sesuai namanya, penarinya adalah sekelompok penari laki-laki berkulit hitam. Tubuh para penari ini dibuat hitam dengan olesan areng dan minyak kelapa. Para penari ini juga mengenakan aksesoris mulai dari rumbai-rumbai janur atau daun kelapa muda, kalung sapi, dan gelang kerincingan.

Sementara di Gunung Gentong, terdapat tradisi sadranan yang diselenggarakan satu tahun sekali pada hari Selasa Kliwon menurut penanggalan Jawa sehabis panen pertama pertengahan marengan palawija.

Tiga puluh lima hari setelah sadranan dilakukan, biasanya akan dilaksanakan rasulan di Gubug Gedhe yakni upacara syukur sehabis panen. Acara ini diisi dengan kegiatan pasar malam, wayangan, dan loma olahraga antar pemuda-pemudi desa.

“Jadi selain pemandangan yang indah, di Gunung Ireng dan Gunung Gentong ada budaya dan tradisi yang kuat,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pariwisata Gunungkidul, Hary Sukmono menjelaskan, meski dua lokasi tersebut sudah masuk dalam warisan geologi oleh Kementerian ESDM, namun secara administratif belum masuk ke dalam geosite dari geopark.

Namun demikian, meski belum terdata sebagai geosite, pengelolaan dan pemanfaatannya tetap bisa dilakukan dengan tatanan geosite.

“Dalam pengelolaan dan pemanfaatan bisa mengadopsi atau sesuai dengan pengelolaan geosite di dalam suatu geopark,” tuturnya.

Terkait pemanfaatan geosite, menurutnya tidak bisa serta merta untuk keperluan wisata dalam hal ini mass tourism karena di situ ada fungsi edukasi dan konservasi.

“Maka ada strategi bagaimana kawasan ini dapat sesuai dengan peruntukannya. Kalau bicara tentang geopark, maka tidak bisa lepas dari fungsi tata ruang yang ada di dalam wilayah tersebut, nah ini bagian dari upaya kita supaya bisa memanfaatkan potensi sesuai dengan koridor aturan atau kearifan lokal setempat,” tandasnya.

sumber: tribunjogja.com

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *