BKSDA DIY Lepas Elang Bido di Tahura

Elang Bido merupakan satu diantara satwa yang tergolong dilindungi dan semakin hari populasinya menurun. Untuk menjaga populasinya agar dapat bertahan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY melepaskan sepasang elang bido di Stasiun Flora Fauna Taman Hutan Rakyat Bunder, Playen, Senin (5/11/2018).

Kepala Konservasi wilayah 2 BKSDA Bantul dan Gunungkidul, Kuncoro mengatakan sebelum dilepaskan ke alam liar elang Bido telah dilatih terlebih dahulu selama dua tahun.

“Kami mendapatkan elang tersebut dari masyarakat, lalu diperiksa oleh dokter hewan apakah terkena penyakit, atau ada cacat fisik, yang dilepas jantan dan betina” katanya.

Setelah mendapatkan perawatan dari dokter hewan, elang tersebut di pelihara di kandang yang berukuran kecil setelah itu baru dikandangkan di kandang yang besar yang bertujuan untuk melatih insting memburu pada elang.

“Saat ini yang ada di kandang BKSDA Bunder Gunungkidul ada 18 ekor elang, dari berbagai macam jenis seperti Elang brontok, Elang hitam, elang laut, elang alap jambul, dan sikep madu,” terangnya.

Ia mengimbau kepada masyarakat agar tidak memburu lagi burung-burung yang dilindungi seperti burung elang yang dilepas kali ini.

“Ini bukan satu dua kali program ini, disamping untuk kelestarian satwa, dan dapat berkembang biak sehingga dapat menghilang dari daftar dilindungi dan punah. Sangat dibutuhkan perkenalan anak diusia dini supaya mereka paham bahwa elang sudah dilindungi,” katanya.

Kuncoro mengatakan satwa hingga punah karena habitat rusak lalu perburuaan liar, untuk dijual atau dikonsumsi.

“Masih banyak orang-orang yang masih punya kesenangan berburu,” imbuhnya.

Sementara itu fungsional pengendali ekosistem hutan BKSDA Andie Chandra herwanto mengatakan elang bido yang dilepaskan kali ini sudah dipelihara di BKSDA selama 2 tahun.

“Untuk jumlah populasi baru akan kami inventaris raptir di DIY fokusnya di Gunungkidul dan Kulonprogo, output dari kegiatan itu sekalian kami melihat habitat asli burung tersebut, lokasi mana yang paling pas untuk rilis burung elang,” katanya.

Ia menjelaskan pemerintah mengambil langkah untuk melindungi burung elang karena jumlah sudah sedikit, juga, elang merupakan hewan endemis.

“Menurun populasinya disinyalir karena habitat asli berkurang karena rusak seperti di DIY hutan konservasi cakupannya sangat kecil, tetapi dengan adanya hutan rakyat seperti di Gunungkidul semakin membaik menjadi peluang untuk lokasi rilis raptor,” katanya.

Andie menceritakan pertama kali melepaskan elang pada Februari tetapi elang tersebut hanya bertahan 5 minggu di alam liar karena adanya perburuan yang dilakukan masyarakat, elang yang dilepaskan lama tidak berpindah.

“Pada gelang yang ada di kaki elang dapat dilacak, bangkai elang dibawa ke Rumah Sakit Hewan Suparwi ditemukan bekas luka tembakan di sayapnya sehingga elang tersebut tidak bisa terbang dan mengalami dehidrasi,” tutupnya.

sumber: TribunJogja.com

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *