Dari pengalaman gempa Yogyakarta pada 2006 silam, Muhammad Awab membuat inovasi agar pasokan listrik tetap terjaga untuk kebutuhan sehari-hari. Ia pun berinisiatif untuk merakit tenaga listrik alternatif yaitu menggunakan tenaga matahari untuk rumahnya. Gagasan inipun diterapkan oleh warga sekitar sehingga lahirlah Kampung Edukasi Echo Energy.
Inovasi ini lahir dari pengalamannya pada 2006 saat Bantul digoncang gempa hebat. Saat itu, rumahnya rata dengan tanah, kawasannya pun gelap gulita saat malam hari. Ia menceritakan pada saat itu, semua operator menggratiskan semua panggilan atau pesan singkat.
Beberapa hari berikutnya dirinya menemukan seorang warga yang berkeliling membawa genset dan menjual listrik dengan genset tersebut. “Saya berpikir itu gratis, tetapi saat saya dekati ada tulisan ‘charge HP’ Rp 5 ribu, itukan mencari kesempatan dalam kesempitan. Saya harus bisa membantu keluarga dan tetangga sekitar,” katanya saat ditemui Tribunjogja.com, Rabu (22/8/2018).
Dari situ dirinya belajar untuk membuat listrik dengan energi matahari di rumahnya yang beralamatkan di Ngemplak, Piyaman, Wonosari, Gunungkidul.
Alat yang ia gunakan tergolong simpel yaitu panel tenaga surya, Aki motor maupun mobil, kontroller, dan inventer.
“Untuk biaya tergantung pemakai akan digunakan untuk apa, kalau hanya digunakan untuk lampu penerangan di kampung sini rata-rata habis Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta, biaya bisa ditekan karena menggunakan aki bekas pakai,” katanya.
Listrik dengan memanfaatkan tenaga matahari untuk kebutuhan sehari-hari ini pun masih digunakannya hingga saat ini. Berkat kemandiriannya ini, saat ini tidak ada kabel listrik dari PLN di rumahnya. Ingin warga sekitarnya menikmati tenaga listrik bertenaga matahari, ia pun mulai mengedukasi tetangganya untuk memasang panel surya.
“Saya mengedukasi tetangga sekitar misalnya dengan Pak Bagyo, saya ajari hingga bisa menjelaskan kepada masyarakat yang ingin belajar membuat tenaga listrik dari matahari. Sehingga jika saya tidak ada di rumah, bisa bertanya dengan Pak Bagyo,” katanya.
Saat ini di desanya kurang lebih sudah ada 15 rumah yang menggunakan tenaga listrik matahari. Bahkan lampu penerangan jalan di daerahnya menggunakan tenaga matahari.
Seorang pengguna listrik bertenaga matahari, Dwi wartono mengatakan, dirinya bisa berhemat sampai Rp 50 ribu sebulan dengan alat ini. “Sebelum menggunakan listrik tenaga matahari perbulan untuk membayar listrik Rp 100 ribu, sekarang saat ini hanya membayar Rp 50 ribu, listrik yang dari tenaga matahari digunakan untuk lampu penerangan dan setrika,” tuturnya. Menurutnya dengan menggunakan listrik tenaga matahari melatih dirinyan dan keluarga agar setelah menggunakan perangkat elektronik segera mencabut kabel dari colokan listrik, supaya listrik tetap awet hingga pagi hari.
Sementara itu, warga lainnya Suradi yang kesehariaanya berjualan siomay keliling memasang listrik tenaga matahari sejak 2 tahun silam. “Biaya relatif lebih murah dibandingkan dengan menggunakan listrik dari PLN, untuk perawatan juga tergolong mudah,” tuturnya
Ia mengatakan tidak hanya menggunakan listrik tenaga matahari saja tetapi juga telah diajari oleh Muhammad Awab cara memasang panel surya di rumah-rumah. “Saya sudah memasang panel surya kurang lebih di sembilan rumah, bahkan ada yang dari luar Gunungkidul,” katanya.
sumber: TribunJogja.com