Kepala Seksi Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Menular & Zoonosis, Dinkes Kabupaten Gunungkidul, Yuyun Ika Pratiwi mengatakan, hal ini dilakukan dikarenakan masih banyak fasilitas layanan kesehatan swasta belum terintegrasi dalam Sistem Informasi Tuberculosis (SITB) sehingga pencatatan dan pelaporan belum berjalan dengan lengkap.
Padahal, dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 Pasal 24 Ayat 2, salah satu tanggung jawab Pemerintah Daerah adalah memastikan semua orang yang terdiagnosis TBC tercatat dan terlaporkan dalam Sistem Informasi Tuberculosis (SITB).
“Saat ini yang melakukan pelaporan melalui Sistem Informasi Tuberculosis (SITB) yakni 81, 25 persen oleh Puskesmas, 6,25 persen oleh Rumah Sakit swasta, 12,5 persen oleh Rumah Sakit pemerintah,”ujarnya, Jumat (1/12/2023).
Oleh karena itu, kata dia, harus lebih ditingkatkan perbaikan pencatatan dan pelaporan ini agar tidak ada istilah under reported.
“Maka dengan adanya kerjasama beberapa pihak ini akan membentuk Tim Distric-based Public Private Mix Kabupaten Gunungkidul. Apalagi, TBC termasuk dalam program prioritas nasional, jadi dalam mencapai akreditasi, pencatatan dan pelaporan TBC pada fasyankes harus baik dan akurat,”tuturnya.
Dia menambahkan, Kabupaten Gunungkidul memiliki target menemukan 10.170 terduga TB pada tahun 2023. Namun saat ini masih terjaring 3911 yakni sebesar 38,5 persen dari target yang telah ditentukan.
“Sehingga butuh inovasi agar dapat mengejar angka capaian penemuan terduga TB yang masih tertinggal,”terang dia.
Sementara itu, Ketua Tim DPPM terpilih Kabupaten Gunungkidul, Kunto Budi Sentosa juga menyarankan agar pencatatan dan pelaporan ini bisa berkolaborasi dengan semua layanan kesehatan yang sudah bekerjasama dengan BPJS.
Karena sebenarnya semua peserta BPJS sudah dilakukan skrining saat awal pendaftaran di fasilitas layanan kesehatan sehingga ini dapat dikombinasi juga dengan skrining menjaring pasien yang terduga TBC.
sumber: tribunjogja.com