Keindahan alam Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah lama mencuri hati para wisatawan. Namun di balik itu, terdapat potensi tanaman kakao asli Gunungkidul yang juga mulai menarik perhatian.
Terletak di Desa Nglaggeran, Kecamatan Patuk, budidaya tanaman kakao sebenarnya sudah dilakukan warganya sejak belasan tahun yang lalu. Selama itu pula warga menjualnya dalam kondisi mentah. Baru pada tahun 2015 lalu, warga mulai memproduksi biji kakao menjadi cokelat.
Salah seorang pengurus Pengolahan Kakao Nglanggeran, Sudiyono menceritakan saat itu masyarakat Nglanggeran, mendapat pendampingan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), dan Pemkab Gunungkidul.
Hasilnya di desa itu tepatnya di Taman Teknologi Pertanian (TTP) Nglanggeran dibangun pengolahan cokelat. Di tempat itulah biji kakao dari warga bisa diolah.
“Kalau ditotal, di Desa Nglanggeran ada sekitar 65 hektare tanaman kakao. Dengan hasilnya per bulan sekitar 3 sampai 5 ton,” jelas Sudiyono, Jumat (28/4/2017)
Dari hasil panen kakao, menurut dia sekitar 30 persen di antaranya diolah di TTP Nglanggeran. Masih terbatasnya biji kakao yang diolah di TTP Nglanggeran karena minimnya mesin pengolahan.
Selain itu, biji kakao yang diolah di tempat ini harus berkualitas A, sebagai bahan pembuatan cokelat permen, dan bubuk cokelat.
“Hasil olahan di sini, per minggu menghasilkan 20 kilogram,” ungkapnya.
Selain produksi di TTP Nglanggeran, masyarakat setempat juga mengupayakan produksi coklat bernilai ekonomi tinggi di Griya Coklat.
Sudiyono menjelaskan Griya Coklat menghasilkan cokelat berskala home industri, sementara TTP Nglanggeran industri skala besar.
TTP Nglanggeran, yang dibangun 2015 ini, menjadi salah satu program strategis Kementerian Pertanian, dan masuk menjadi salah satu dari 24 TTP di Indonesia. Kini, kata Sudiyono, TTP Nglanggeran menjadi model percontohan, kawasan pertanian terpadu di Indonesia. Dia juga menyampaikan bahwa Desa Wisata Nglanggeran juga telah menjadi desa wisata terbaik di Indonesia.
Anggota Pokdarwis Desa Wisata Nglanggeran, Sugeng Handoko menambahkan Griya Cokelat dan TTP Nglanggeran saling melengkapi dalam pengolahan biji kakao.
“Sebagai home industri, tentu alat yang digunakan di Griya Coklat, memakai alat sederhana. Namun tempat ini, tiap bulan bisa memproduksi sekitar 6.000 bungkus, minuman bubuk cokelat kemasan kecil. Hasil olahannya didistribusikan ke sejumlah toko besar di Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Kami juga melakukan pemasaran lewat media sosial,” ulasnya.
Adanya pengolahan coklat di Nglanggeran, menurut Sugeng juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Buktinya, banyak wisatawan berkunjung ke Nglanggeran dan membeli coklat yang diolah di dua tempat produksi tersebut.
Tak hanya itu, kini Desa Nglanggeran, juga sering dijadikan tempat studi banding pengolahan cokelat.
“Dulu biji kakao kering dijual Rp 20 ribuan per kilogram, sekarang bisa dijual sampai Rp 250 ribu per kilogram,” ungkapnya.
Sumber: Detik.com